top of page

Siswa SMK Analis Kimia, Mahasiswa Biokimia, dan Cerita di Balik Semuanya (02)

Gambar penulis: Galih Tridarna PoetraGalih Tridarna Poetra

Diperbarui: 17 Mar 2019

Menjadi impian bagi semua lulusan sekolah tingkat atas untuk meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi. Menjadi mahasiswa perguruan tinggi negeri (PTN) pun selalu menjadi pilihan pertama bagi mereka yang ingin melanjutkan studinya. Alasannya beragam, karena kemudahannya untuk bekerja, prestige, sekadar mengikuti teman, atau bahkan dipaksa oleh orang tuanya.


Hal itu pun sebetulnya menjadi impian saya ketika saya lulus dari SMK. Banyak yang mengatakan, kala itu, "mengapa memilih SMK jika memang ingin melanjutkan kuliah?" atau "wah kamu mengambil hak orang lain yang ingin langsung bekerja kalau langsung kuliah," dsb.

Sejujurnya saya sempat ragu untuk meneruskan ilmu kimia yang sudah saya terima di SMAKBO. Selain karena memikirkan stigma dari orang lain itu, saya juga sempat ragu dengan kemampuan saya untuk menjadi mahasiswa PTN. SMK saya memang berfokus ke kimia, sehingga tidak banyak mendapatkan ilmu biologi, fisika, dan matematika setingkat anak SMA, hanya beberapa materi dasar saja.


Ketika saya lulus di tahun 2011, seleksi nasional untuk masuk kampus terbagi menjadi dua, yaitu SNMPTN undangan dan SNMPTN tertulis. Dengan modal nekat dan niat saya untuk hidup di Kota Bandung, saya mencoba keberuntungan nilai saya di SNMPTN undangan dengan memilih ITB sebagai pilihan pertama dan Unpad sebagai pilihan kedua.


Harapan saya kali ini tidak semulus saat seleksi rapor ke SMAKBO. Keduanya kandas. Teman-teman satu angkatan saya pun berpersepsi, bahwa selain IPB, universitas nasional lain belum melirik SMAKBO karena status sekolah kami merupakan sekolah menengah kejuruan, selain itu belum banyak alumni kami yang memasuki universitas-universitas lain tersebut. Beda halnya dengan IPB yang sudah cukup mengenal sekolah kami, walaupun begitu hanya 4 teman seangkatan kami yang diterima di IPB (berbeda dengan siswa SMA lain di Bogor yang diterima hingga puluhan).


Tugas saya semakin berat. Mengapa? Jujur kala itu saya sempat pesimistis dan sudah menyiapkan CV dan surat lamaran kerja, memantapkan hati untuk kerja terlebih dahulu. Tapi keluarga saya tetap mendukung saya untuk tetap semangat dan terus mencoba. Ya akhirnya saya pun luluh juga.


Seperti yang saya katakan sebelumnya, SMAKBO memang tidak mendalami ilmu biologi, fisika, dan juga matematikanya sehingga tugas saya setelah saya sidang adalah belajar lebih dalam di ketiga bidang itu. Sempat memikirkan untuk mengambil les seperti yang teman-teman saya lakukan, sehingga bisa memfokuskan diri saya untuk belajar. Ah. Tapi melihat kondisi perekonomian keluarga saya kala itu sedang pas-pasan, rasanya tidak tega jika saya memaksakan diri saya untuk meminta uang ke kedua orang tua saya hanya untuk les saja. Terlebih, mengikuti les belum tentu menjadi jaminan kita akan diterima sebagai mahasiswa PTN, kan?


Menjadi panitia wisuda SMAKBO pun saya lakukan di akhir tahun saya bersekolah. Membagi waktu untuk hal yang prioritas adalah kewajiban utama. Banyak teman-teman panitia wisuda dari angkatan saya juga yang bekerja sehingga banyak pekerjaan yang dibagi ke teman-teman yang ingin melanjutkan kuliah. Sedikit banyak, saya juga belajar banyak ketika mengerjakan tugas kepanitiaan tersebut, mengenal seluk beluk SNMPTN dan soal-soalnya dari rekan-rekan saya itu.


Tiga minggu menjelang tes SNMPTN, saya mencoba untuk memfokuskan cara belajar saya. Saya membeli buku latihan soal + teori pembahasannya untuk mata pelajaran biologi, matematika, fisika, dan kimia. Saya bahkan menginap selama 2 minggu di rumah kakak saya, yang selama siang hari memang kosong sehingga saya bisa fokus untuk mengerjakan latihan-latihan soal.


Cara belajar yang efektif untuk saya sendiri, menurut saya. Mengerjakan latihan soal dalam jangka waktu tertentu, lalu melihat kunci jawaban untuk mengoreksi bagian yang benar-salah. Lalu melihat kembali bagaimana cara penyelesaian di poin kesalahan saya. Begitu saja terus berulang-ulang hingga tidak terasa 2 minggu sudah habis, saatnya tes SNMPTN tertulis.


Tes SNMPTN saya dilakukan di SMA 6 Bogor. Salah satu sekolah yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Tes hari pertama adalah tes potensi akademik dan mata kuliah dasar; matematika dasar, bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia. Tes hari kedua adalah sainstek, karena saya memilih ITB-Kimia sebagai pilihan pertama dan IPB-Biokimia sebagai pilihan kedua, otomatis tes yang harus diambil adalah sainstek.


Menunggu merupakah hal yang membosankan tentu saja. Hampir satu bulan saya menunggu pengumuman hasil tes tertulis saya kala itu. Berharap-harap cemas, apakah akan menjadi mahasiswa PTN atau tidak? Menghabiskan waktu di SMAKBO sambil membantu mengurusi wisuda angkatan saya sendiri menjadi rutinitas yang hampir dilakukan setiap hari. Mencoba untuk tidak terlalu memikirkan apakah nantinya saya akan diterima di ITB atau IPB, atau memang bukan keduanya sama sekali.


Hari pengumuman pun tiba. Pengumuman pertama kali dapat dilihat di website SNMPTN, yang selanjutnya dicetak di media masa masing-masing kota, termasuk Radar Bogor di kota saya. Mencoba menyalakan laptop di rumah dan menghubungkannya ke internet, semuanya berjalan lancar hingga saat waktu pengumuman tiba, akses ke website SNMPTN sama sekali tiba bisa dilakukan. Server sulit sekali diakses. Saya pasrah dan mencoba untuk menutup laptop kala itu.


Kakak perempuan saya yang kala itu bekerja di salah satu provider telekomunikasi di Indonesia pun saya coba untuk mintakan bantuannya. Sayang sekali usaha itu pun tetap gagal. Saya hanya berharap esok hari melihat di koran, yang sebetulnya saat itu saya cukup iri melihat rekan-rekan saya yang telah berhasil susah payah mengakses website SNMPTN dan berhasil menjadi mahasiswa PTN.


Tertidur cepat di hari itu, dengan harapan hari berlalu dengan cepat. Entah mengapa kakak yang pulang agak malam datang ke kamar saya pun tidak berhasil membangunkan saya, padahal ia membawa pesan yang cukup penting.


Tidak sengaja terbangun di malam hari, ketika keluarga saya belum tertidur, kakak saya pun memberikan sepucuk surat yang bertuliskan :

"Selamat. Anda diterima sebagai mahasiswa Biokimia - Institut Pertanian Bogor "


Senang bercampur haru saya rasakan kala itu. Alhamdulillah masih diberikan kesempatan untuk menjadi mahasiswa IPB. Termasuk doa kedua orangtua saya pula, sehingga saya tidak perlu berada jauh dari mereka.

Comments


GALIH TRIDARNA POETRA   |  2020

bottom of page