top of page

Petrikor dan Geosmin, Kisah Antara Hujan dan Kenangan

Gambar penulis: Galih Tridarna PoetraGalih Tridarna Poetra

Deras hujan yang menyambut di kota asalku menjadi salah satu inspirasi pembuatan kembali blog yang telah lama kususun, tetapi selalu gagal untuk diunggah.

Mengamati pemandangan selama perjalanan menjadi salah satu hal yang selalu kulakukan ketika menggunakan kereta api. Tetesan hujan yang membasahi jendela kereta api pun seolah membawaku terlarut kembali ke memori lampau akan masa kecil hingga remajaku.


Aroma yang khas akan kota ini kemudian menyeruak memasuki kereta listrik seketika pintu terbuka. Wangi itu kembali membawaku lebih dalam ke dalam kenangan-kenangan lalu. Berlarian di tengah basahnya hujan. Berusaha menghindari genangan air di jalanan. Gigi yang bergemeletuk menahan dinginnya angin. Terselip beberapa memori bersamanya, yang ah sudahlah... Masa lalu...

 

Salah satu request dari sahabat saya yang gemar dengan sekali dengan hujan. "Mengapa hujan memiliki aroma yang khas dan bisa kembali membawa memori-memori lama?"


Cuplikan cerita di atas pasti akan terbersit di benak kalian yang menghuni cukup lama daerah bercurah hujan tinggi. Sebagai warga Bogor, tentunya hujan adalah sahabat sehari-hari. Bahkan ada pepatah "sedia payung sebelum Bogor". Hujan di kota ini pun selalu menjadi momen yang paling pas untuk ber-galau ria. Tapi, kenapa?


Ada banyak faktor mengapa hujan selalu berhasil menggugah cerita lama. Aroma yang ditimbulkan dari hujan itu sendiri, suara saat hujan jatuh ke bumi, atau bahkan visualisasi mendungnya hujan yang menutupi langit. Semuanya menjadi stimulator bagi otak kita untuk menyimpan memori-memori lama itu.


Akan sangat panjang jika membahas visualisasi dan bunyi sehingga terjadi proses tersimpannya memori. Di sini saya coba membahas sisi aroma menjadi stimulator memori saja.


Salah satu aroma khas ketika hujan itu disebut petrikor (en : 'petrichor'). Istilah yang berasal dari bahasa Yunani 'petra' (batu) dan 'īchōr' (cairan yang mengalir di dalam nadi para dewa Yunani). Aroma ini ditimbulkan dari kumpulan senyawa organik volatil (mudah menguap) hasil metabolisme tanaman-tanaman yang kemudian terakumulasi di tanah kering atau bebatuan. Senyawa-senyawa tersebut ketika bereaksi dengan rintik air hujan, akan membentuk aerosol dan terbawa ke udara dan tercium oleh hidung kita.


Bersamaan dengan petrikor, geosmin, salah satu metabolit yang dihasilkan oleh actinobacteria, mereka membentuk aroma khas yang sering dikenal sebagai scent of rain. Memiliki asal usul istilah

Struktur geosmin

geó (gr : 'γεω-') yang berarti tanah, dan osme (gr : 'ὀσμή') yang berarti aroma. Berdasarkan penelitian dari Polak EH dan Provasi J (1992), geosmin dapat dideteksi oleh hidung manusia, bahkan hingga 5 ppt (parts per trillion) atau 5 mikrogram (0.005 mg) per ton. Terbayang dong pastinya seberapa mudah geosmin ini tercium hidung kita.


Aroma berlumpur ketika memakan ikan air tawar pun, geosmin inilah yang bertanggung jawab. Secara biokimia, kelarutannya yang tinggi dalam minyak / senyawa non-polar, menyebabkan geosmin ini terikat kuat dengan jaringan adiposa di lapisan kulit dan otot. Sebagai tambahan informasi, geosmin ini mudah terurai dalam suasana asam. Penambahan cuka atau asam lain pada makanan dapat mengurai "bau tanah" ini.


Para peneliti dari Norwegian University of Science and Technology (2014) menemukan bahwa ada sistem persinyalan tersendiri ketika reseptor aroma di hidung menghantarkan elektron ke otak. Berdasarkan penelitian mereka juga, sesaat setelah tikus percobaan mencium bau dari labirin khusus, terdapat lonjakan aktivitas di area enthorinal cortex, lateral entorhinal cortex (LEC), dan sebagian area di bagian hippocampus.


Sejalan dengan penelitian dari NUST, Dr Christina Strauch dan Prof Dr Denise Manahan-Vaughan (2017) dari Ruhr-Universität Bochum telah meneliti bagian otak yang bertanggung jawab untuk menyimpan bau sebagai long-term memories dan mekanismenya. Mereka menemukan bahwa memang terdapat hubungan antara sensasi penciuman dengan orbitofrontal cortex yang kemudian disimpan di piriform cortex untuk jangka panjang.


Secara sederhana, sesaat setelah manusia mencium suatu aroma, otak akan merepresentasikan memori lampau saat pertama kali mencium aroma itu, dan membangkitkan kembali memori itu ke saat ini. Tidak hanya bau tanah saja, tetapi hal itu berpengaruh terhadap aroma bakaran ikan asin dari dapur mama, parfummu, aroma buku tua di perpustakaan, atau bahkan aroma tubuhmu yang khas... Ya. Feromon.

 

Jam tangan mulai menunjukkan pukul 19.04 WIB. Dinginnya kota hujan kian merasuki tulang. Ingin segera ku beranjak dari halte ini, menyusuri jalan kecil stasiun yang dipenuhi genangan air akibat lubang yang tidak pernah ditutup.


Masih menanti dalam kesunyian, aku pun kian berdekap dengan tanganku sendiri. Mencoba untuk menghangatkan tubuh yang sebetulnya percuma dilakukan. Basahnya hujan telah menembus ke lapisan terdalam bajuku, tapi masih saja tetap kutampik rasa dingin itu.


Aroma geosmin perlahan tergantikan dengan wangi yang kukenal. Aroma yang terlarut dengan feromonnya yang masih melekat kuat di memoriku. Ya, Brit Burberry. Dengan aroma sitrusnya yang khas, kemudian menyeruak ke dalam hidungku.


Kupejamkan mata untuk mencoba mengingat kembali, dan tiba-tiba seseorang datang menyapaku...


"Hai ..."

Comentários


GALIH TRIDARNA POETRA   |  2020

bottom of page