top of page

Intoksikasi Metanol, Salah Satu "Obatnya" adalah Etanol?

Gambar penulis: Galih Tridarna PoetraGalih Tridarna Poetra

Diperbarui: 24 Agu 2020

DISCLAIMER! Dengan saya menuliskan blog ini, bukan berarti saya pro atau pun mengajak para pembaca blog ini untuk mengonsumsi alkohol. Masing-masing yang membaca blog ini saya rasa sudah cukup dewasa untuk bertanggung jawab terhadap apa yang dikonsumsinya sehari-hari. Saya menuliskan ini hanya untuk menggambarkan, bagaimana mekanisme reaksi metanol di dalam tubuh.


Sebetulnya topik miras oplosan ini adalah pembahasan umum yang sering ditemui kasusnya di Indonesia. Maraknya kasus miras oplosan ini dikarenakan proses pembuatannya yang cukup murah, keuntungan yang tinggi bagi penjual, dan masalah ekonomi di beberapa kalangan masyarakat sehingga menyebabkan konsumsi minuman alkohol curahan ini pun cukup tinggi.


Banyak dari produsen minuman beralkohol curah tersebut tidak mengetahui akan kandungan alkohol apa saja yang terkandung di dalam minuman racikannya. Bahkan produsen cenderung bersikap bodo amat ketika diharuskan menghilangkan metanol dalam proses produksinya. Ya, tentu saja akan menambah cost of production sehingga menurunkan keuntungan yang didapatkan olehnya.


Sebelum lebih dalam membahas bagaimana reaksinya di dalam tubuh, saya akan mengulas sedikit teori kimia organik terlebih dahulu. Secara umum, 'alkohol' merupakan golongan senyawa kimia hidrokarbon yang memiliki rantai

samping gugus hidroksil (-OH). Contoh sederhana yang akan saya bahas dalam blog ini adalah etanol (CH₃CHOH, sebelah kiri) dan metanol (CHOH, sebelah kanan).


Secara toksisitas, nilai LD50 (lethal dose of toxin to kill half population after specific test) metanol terbilang cukup besar yaitu sebesar 300-1000 mg metanol/kg berat badan (oral). Nilai besar menandakan senyawa tersebut membutuhkan jumlah yang tinggi untuk memiliki sifat toksik di dalam tubuh.


Jika berat badanmu adalah 60 kg, berarti secara statistik, tubuhmu akan masuk ke dalam kondisi waspada ketika mengonsumsi 18 gram metanol, atau sekitar 60 mL (± 2 shot) miras oplosan yang mengandung hanya 30% metanol. Bayangkan jika miras oplosan yang tersebar di masyarakat memiliki kadar metanol lebih besar dari itu, bahkan jika diminum bergelas-gelas.


Apakah efek toksiknya langsung terasa sesaat setelah meminum miras yang di dalamnya tidak sengaja mengandung metanol? Jawabannya adalah tidak. Tubuh manusia akan mengalami asymptomatic latent period (periode laten tanpa gejala) sekitar 12-24 jam, yang artinya dalam jangka waktu tersebut tubuh tidak akan menunjukkan gejala apa-apa. Setelahnya, di dalam tubuh akan terjadi proses penurunan pH darah (cenderung menjadi asam) akibat adanya 'asam format' yang diikuti dengan gejala asidosis metabolik, lalu gangguan penglihatan, bahkan pada kasus ekstrim dapat menyebabkan koma atau pun kematian.

 

Mengapa asam format yang muncul, lalu mengapa pula mata yang menjadi salah satu organ yang diserang oleh produk akhir metabolisme metanol ini?

Reaksi oksidasi metanol

Kita coba pahami terlebih dahulu reaksi yang terjadi ketika metanol dalam jumlah besar masuk ke dalam tubuh.


Metanol yang masuk ke dalam tubuh, diubah menjadi formaldehida oleh salah satu enzim penting bagi metabolisme alkohol di sel hati (mayoritas) dan sel lain (minoritas), yaitu 'alkohol dehidrogenase'. Dalam jumlah yang kecil, formaldehida ini sebetulnya juga dihasilkan sebagai produk samping dari metabolisme protein dan juga lemak rantai bercabang, sehingga walaupun tubuh menghasilkan senyawa beracun ini, tubuh masih bisa berkompromi untuk menggunakannya sebagai bahan baku perbaikan DNA atau pun pembentukan beberapa asam amino. Secara mendalam, saya akan membahasnya di blog selanjutnya.


Uniknya, formaldehida yang baru dibentuk oleh alkohol dehidrogenase, secara cepat akan diubah menjadi asam format (HCOOH) oleh enzim 'aldehida dehidrogenase' dan 'formaldehida dehidrogenase' yang diproduksi di seluruh sel tubuh.


Secara karakteristik, asam format memiliki keunikan di dalam sel. Ia mampu berdifusi / menembus membran sel tanpa harus melewati protein transpor membran integral (pintu masuk ke dalam sel) karena keunikan dari sifat kimianya.


Berdasarkan riset Nicholls P (1975) dalam jurnal Biochemical and Biophysical Research Communications, hasil oksidasi metanol ini dapat memberikan gangguan terhadap pabrik energi sel (organel dalam sel, mitokondria) melalui penghambatan transfer elektron sitokrom C. Atau secara sederhananya, ketika asam format ini masuk dan menumpuk di dalam sel, sel tersebut secara perlahan mulai kehilangan kemampuannya untuk menghasilkan energi (ATP). Jika energi tidak dihasilkan, kematian sel adalah sebuah keniscayaan.




Sepertinya, sampai paragraf ini masih belum menjawab mengapa mata yang diserang, ya?


Dalam resume (yang juga menjadi salah satu sumber utama dari blog ini) yang dibuat oleh Jacobsen dan McMartin (surprisingly tahun 1986) di Medical Toxicology, mereka mengungkapkan bahwa sel saraf optik memiliki mitokondria yang sedikit, sehingga ketika sel saraf optik ini "diserang" oleh asam format, sel saraf secara cepat kehilangan pabrik energinya. Salah satu akibat yang teramati dalam riset adalah pembengkakan akson dan edema optic disc pada mata, sehingga menyebabkan gangguan penglihatan.

 

Lalu, mengapa bisa terjadi asidosis metabolik?


Ketika mitokondria kehilangan kemampuannya untuk mentransfer elektron, dan oksigen tidak bisa menjadi penerima-terakhir elektron di dalam organel tersebut, NADH yang dihasilkan dari reaksi oksidasi metanol menjadi tumpah ruah. Salah satu cara untuk menurunkan konsentrasi NADH tersebut adalah reaksi pembentukan agen asam lain, yaitu asam laktat (jangan tertukar dengan asam format, karakter utama di blog ini ya).

Asidosis yang terjadi karena terbentuknya asam laktat ini merupakan salah satu tahap akhir dalam intoksikasi alkohol (baik metanol maupun etanol). Penurunan pH darah akibat bertambahnya asam laktat pun dapat memperparah sifat kimia asam format.


Mengulas kembali reaksi kesetimbangan di kimia dasar. Dalam pH normal darah, asam format akan terionisasi sebagian menjadi ion format dan H⁺. Menurunnya pH darah akibat bertambahnya asam laktat, akan menggeser reaksi kesetimbangan ke arah asam format, dan menyebabkan dirinya menjadi lebih mudah masuk ke dalam mitokondria dan menghambat reaksi pembentukan energi.


Bahkan reaksi muter-muter ini sampai ditulis oleh Jacobsen (1985) "a vicious hypoxic cycle" di dalam tesisnya.

 

Salah satu pengobatan yang umum digunakan dalam intoksikasi metanol adalah fomepizole atau 4-metilpirazol. Sistem kerjanya adalah penghambatan enzim alkohol dehidrogenase, sehingga metanol dapat dibuang melalui urin tanpa harus dioksidasi menjadi asam format terlebih dahulu.


Sistem inhibisi enzim tersebutlah yang juga mendasari alasan mengapa etanol bisa menjadi salah satu cara untuk mengurangi toksisitas metanol. ANOTHER DISCLAIMER. Penanganannya tidak boleh sembarangan, ya! Harus diawasi oleh dokter! Sekali lagi, di blog ini saya hanya menjelaskan mekanisme reaksinya, bukan prosedur untuk menangani pasiennya.


Di dalam biokimia enzimologi, kita mempelajari bagaimana cara suatu enzim bekerja, diproduksi di dalam tubuh, mempercepat laju reaksinya, bahkan cara menghambat enzim tersebut. Di dalamnya pun kita mengenal teori Michaelis-Menten dan konstantanya (Kₘ) yang berarti konsentrasi suatu substrat / senyawa ketika lajunya adalah setengah dari laju maksimumnya. Atau secara sederhana, untuk 1 enzim yang direaksikan dengan berbagai substrat, ia akan lebih tertarik terhadap substrat yang memiliki Kₘ paling kecil.


Secara umum, nilai Kₘ untuk etanol berkisar 0.45-4.2 di Homo sapiens, sedangkan metanol bernilai 10.4. Sisi aktif enzim untuk mengoksidasi metanol dan etanol pun terletak di lokasi yang sama. Secara otomatis, manusia akan lebih cepat memetabolisme etanol dibandingkan dengan metanol. Bahkan bisa dikatakan pula, etanol merupakan inhibitor bagi metanol-alkohol dehidrogenase ini.


Tetapi, yang menjadi poin utama adalah etanol di dalam darah pun harus dijaga jumlahnya. Tidak bisa sembarangan menenggak etanol ketika keracunan metanol ini. Etanol juga dapat bersifat toksik bagi tubuh (akan lebih dalam dibahas di blog selanjutnya, bagaimana cara kerja etanol di dalam tubuh).


______

References :

  1. Nicholls P. 1975. The effect of formate on cytocrome aa and on electron transport in the intact respiratory chain. Biochimica et Biophysica Acta 430:13-29

  2. Jacobson D, McMartin KE. 1986. Methanol and ethylene glycol poisonings. Medical Toxicology. 1(5), 309-334.

  3. Jacobson D. 1985. Studies in methanol and ethylene glycol poisonings: acidosis - diagnosis - kinetics - management. Thesis, University of Oslo. 1985.

Comments


GALIH TRIDARNA POETRA   |  2020

bottom of page