top of page

Insomnia Sang Kafein-intoleran

Gambar penulis: Galih Tridarna PoetraGalih Tridarna Poetra

Diperbarui: 21 Jun 2019

Telah lama jam pasir darimu berhenti mengalir. Entah terbawa lupa atau tertumpuk memori lain. Pun lupa untuk kualirkan kembali.


Sudah sekian bulan pula semenjak kata "hai..." terakhir kamu ucapkan di tengah rintik hujan kala itu. Kalimat yang berganti cerita, terujar darimu, berhasil membawa kembali memori-datang menyeruak. Euforia yang hadir berganti diam semenjak pertemuan kala itu, kabarmu pun kembali menghilang perlahan.


Coba kembali kususuri jalan setapak kota hujan. Jalan setapak yang dulu basah oleh genangan mulai tampak terlihat lebih apik untuk dijejaki. Angin malam nan dingin semilir pun menyelimuti, seolah menemani langkah dalam kesendirian, sembari mencoba untuk menampikkan kalut akan beban pekerjaan.


Langkah demi langkah terjejak. Dan tanpa terasa kaki melangkah ke salah satu taman terbesar di kota ini. Entah mengapa, kembali memori lampau datang mempermainkan pikiran. Kuhentikan kaki ini sejenak di sebuah warung kopi sebelum kembali melangkah pulang.


Segelas kopi hitam pekat panas yang datang kembali meresonansikan cerita lama. Bercengkrama hingga larut datang dan waktu harus memisahkan.

 

Segelas kopi di malam hari bisa saja menjadi disaster untuk saya. Bukan karena lambung yang terlampau lemah dengan asamnya, tetapi kandungan kafeinnya yang terlalu menstimulus otak saya untuk tetap terjaga sepanjang malam.


Banyak yang berujar, "ah lemah banget sih lu, sama kopi gitu aja kok lebay..." Jujur, saya bukan seorang peminum kopi rutin. Cukup segelas susu setiap pagi untuk mensuplai energi pagi hari, ditambah dengan seduhan teh beraroma melati atau jeruk purut untuk membantu menambah oksigen otak saya dikala kantuk melanda.


Sudah menjadi rahasia umum tentunya kafein memiliki efek doping (yang diperbolehkan) dengan meningkatkan denyut jantung, yang tentunya memiliki efek selaras dengan aliran darah yang semakin cepat.


Aliran darah yang meningkat pun memiliki efek lain, seperti kerja ginjal untuk menyaring darah semakin bertambah. Hal ini bisa dirasakan secara langsung dengan bertambahnya volume urin dalam kantung kemih yang memaksakan kita untuk bolak-balik ke kamar kecil lebih sering. Sampai-sampai, para penikmat film Marvel sangat tidak menyarankan untuk meminum kopi (dan teh) sebelum dan saat menonton film End Game yang memakan waktu 3 jam, agar tidak terganggu oleh orang-orang yang berlalu-lalang dan mengganggu jalannya film.


Kembali lagi membahas efek doping, mengapa kafein ini sangat mendorong otak kita untuk tetap terbangun?


Gambar 1 Struktur molekul kafein (tanpa atom H)

Kafein termasuk ke dalam senyawa heterosiklik purina (en : purine), segolongan dengan adenosina dan guanosina (basa nitrogen dalam DNA dan RNA). Senyawa ini tentunya telah diketahui banyak terkandung di dalam kopi, teh, dan sedikit di nektar bunga. Penelitian yang dilakukan oleh Wright et al. (2013) pun menemukan bahwa kafein dalam nektar dapat meningkatkan memori serangga dalam proses penyerbukan bunga.


Di dalam sel neuron otak manusia, kafein memiliki fungsi sebagai inhibitor kompetitif dari adenosina, atau yang dalam bahasa umumnya, dia memiliki struktur yang mirip dengan adenosina dan berkompetisi dengan kafein di dalam sel neuron.


Gambar 2 Struktur kafein dan adenosina

Secara struktur, adenosina merupakan suatu basa nukleosida (golongan purina) yang salah satu peran pentingnya adalah memberikan sinyal pada tubuh bahwa tubuh telah lelah. Tubuh sejatinya membutuhkan energi secara terus menerus yang disuplai oleh pemecahan molekul adenosine triphosphate (ATP).


Pemecahan ATP yang berlangsung terus menerus akan melepaskan ketiga gugus fosfat yang terkandung di dalamnya sehingga melepaskan dan meningkatkan konsentrasi adenosina.


Sel neuron dalam otak memiliki reseptor adenosina (reseptor P1) yang dapat berikatan dengan molekul adenosina secara sempurna dan sesuai (seperti prinsip key-lock pada enzim). Ketika keduanya berikatan, reaksi kaskade biokimia (reaksi berkelanjutan dan berurutan) pun terjadi dan menyebabkan perlambatan kerja neuron dan perlambatan pelepasan molekul-molekul biosinyal penting dalam otak. Perlambatan proses-proses tadi menyebabkan tubuh manusia cenderung untuk lebih mengantuk.


Gambar 3 Kompetisi adenosina dengan kafein di reseptor adenosin

Kafein memiliki struktur yang mirip dengan adenosin (lih, gambar 2). Ia pun memiliki kemampuan yang sama untuk berikatan dengan reseptor P1, tetapi perannya sangat bertolak belakang dengan adenosina. Oleh sebab itu, kafein disebut juga sebagai inhibitor kompetitif / molekul antagonis dari adenosina. Walaupun konsentrasi adenosina sedang tinggi, kafein akan lebih kuat untuk berikatan dengan reseptor adenosina dan menghambat reaksi kaskade perlambatan neuron. Dengan kata lain, kafein akan mendorong neuron untuk terus bekerja aktif.


Selain itu, ternyata kafein juga memiliki peran untuk menstimulasi rasa bahagia. Ketika dopamin dan adenosina sama-sama tinggi di dalam sel neuron, adenosina cenderung menghambat dopamin berikatan dengan reseptornya, sehingga menghambat dopamin untuk berperan sebagai mood-lifter. Tetapi, kehadiran kafein akan menjadi kompetitor bagi adenosin, yang secara tidak langsung juga menstimulus dopamin untuk bekerja aktif bersama reseptornya.


Uniknya, tubuh memiliki kemampuan beradaptasi dengan kehadiran kafein. Ketika reseptor adenosin terus menerus terhalangi oleh kafein, sel akan memproduksi reseptor adenosin (P1) lebih banyak. Hal itulah yang menyebabkan para penikmat kopi akan cenderung membutuhkan kopi lebih banyak untuk bisa merasakan efek kafein di tubuhnya.


Bagi penikmat kopi yang tidak meminum kopi sehari saja, tubuhnya akan merasakan kelelahan yang amat luar biasa, karena jumlah reseptor adenosinanya yang terlampau banyak dan tidak adanya kompetitor (kafein) yang bertugas untuk mendoping tubuhnya. Ia akan cenderung mengalami gejala pusing, mudah lelah, dan suasana hati yang tertekan akibat berhenti dari rutinitas meminum kopi. Tenang saja, hal itu tentunya tidak berlangsung lama karena dalam beberapa hari kelebihan reseptor adenosina akan berkurang secara perlahan.

 

Kembali kusesap kopi hitam pekat panas di tengah lapangan besar kota hujan. Bayang akan tentangmu masih saja menghantui. Kucoba untuk memberanikan diri mengirim pesan singkat, sekadar untuk mencoba menanyakan kabarmu. Jam pasirmu pun tanpa terasa kembali mengalir. Harap dan cemas menanti kabar darimu. Centang dua biru pun telah muncul, walau tanpa adanya tanda-tanda balasanmu.


______

References :

  1. Wright GA, Baker DD, Palmer MJ, Satbler D, Mustard JA, Power EF, Borland AM, Stevenson PC. Caffeine in floral nectar enhances a pollinator’s memory of reward. Science. 339(2013)1202-1204

Comments


GALIH TRIDARNA POETRA   |  2020

bottom of page